Detail Cantuman  |  UPT. PERPUSTAKAAN UIN Ar-Raniry Banda Aceh

ABSTRAK
Dalam Islam membuka tanah terlantar yang telah ditinggalkan pemiliknya (ihya al-mawat) sebagai tindakan yang sangat diharuskan sebab dengan pemanfaatan tanah tersebut menimbulkan berbagai manfaat dan kemaslahatan. Terhadap tata cara membuka tanah terlantar antara pandangan mazhab Malik dengan konsep UUPA No. 5 Tahun 1960 terdapat perbedaan, menurut mazhab Maliki, tanah terlantar namun jauh dari pemukiman tidak harus mendapat izin untuk membuka dan memanfaatkannya. Sementara dalam aturan UUPA No. 5 Tahun 1960 disyaratkan memperoleh izin untuk membukanya, baik tanah terlantar dalam kawasan pemukiman maupun yang jauh dari pemukiman. Penulisan skripsi ini bertujuan untuk mengetahui ketentuan hak milik terhadap tanah telantar menurut Undang-Undang Pokok Agraria No. 5/1960 dan Mazhab Maliki, prinsip-prinsip yang berbeda antara konsep kepemilikan tanah terlantar menurut Undang-Undang Pokok Agraria dan Mazhab Maliki serta Konsep manakah yang lebih mashlahah antara keduanya. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analisis dalam memaparkan permasalahan mengenai analisis hukum hak milik atas tanah terlantar dan perbandingan pendapat keduanya dengan menggunakan metode komparatif, kemudian dianalisis melalui metode riset kualitatif dan analisis deskriptif. Hasil penelitian yang telah dilakukan ketentuan hak milik tanah telantar menurut UUPA No. 5/1960 dikuasai oleh negara baik langsung maupun tidak langsung, Imam Malik menganggap masih menjadi milik bersama dan pemanfaatannya harus sesuai dengan azas dan fungsi tanah dalam Islam. Dalam UUPA prinsip kepemilikan tanah ada empat prinsip nasionalitas, prinsip hak menguasai Negara, prinsip mengadakan pembagian yang adil serta prinsip agrarian. Sementara dalam mazhab Malik prinsip manfaat sangat diutamakan dalam pemanfaatan tanah terlantar. Antara kedua konsep berbeda tersebut aturan UUPA adalah suatu kosekuensi yang cocok jika diterapkan dengan baik dan adil untuk dewasa ini.